Membaca sebuah blog yang mengutip tulisan soe hok gie
dalam bukunya catatan seorang demonstran : "“Ngapain lama-lama tinggal di Jakarta.
Mendingan naik gunung. Di Gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit,
jauh dari fasilitas enak-enak. Bisaanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau
tidak. Juga dengan olah raga mendaki gunung kita akan dekat dengan rakyat di
pedalaman. Jadi selain fisik sehat, pertumbuhan jiwa juga sehat. Makanya yuk
kita naik gunung. Ayo ke Semeru, sekali-kali menjadi orang tertinggi di pulau
Jawa. Masa Cuma Soeharto saja yang menjadi orang tertinggi di pulau jawa ini" membuat keinginan saya semakin kuat untuk kembali
menyentuh peralatan pendakian.
Memang sejak saya lulus, di agustus
tahun 2010 lalu dan langsung menggeluti dunia pekerjaan di ibu kota, kerinduan
saya akan alam dan kebutuhan saya akan udara segar semakin memuncak. Setelah
beberapa bulan merencanakan perjalanan menuju gunung yang berketinggian 3676
mdpl tersebut sambil terus mencari informasi dan data yang valid tentang
gunung itu di sela-sela jam kerja. Tibalah waktunya untuk mempersiapkan segala
sesuatu, mulai dari logistik, perbekalan, transportasi, skema jalur pendakian,
operasional kegiatan, dll.
Mulailah saya membongkar lemari dan mengeluarkan
peralatan2 yang menjadi safety prosedur pendakian yang sudah cukup lama tak
tersentuh itu, daaaaaann tarraaaaa, barang-barang berikut siap menemani saya
selama perjalanan nanti :
1. Carrier
/ Daypack + Cover
2. Matras
3.
Sepatu tracking (lebih baik yang di atas mata kaki untuk
menghindari pasir masuk ke dalam sepatu)
4. Kaos kaki – 3 pasang (1 untuk dipakai
diperjalanan, 1 untuk tidur, 1 untuk cadangan)
5. Gaiters
6. Google
7. Masker
/ syal (penutup hidung)
8. Rain
Coat
9. Senter
10. Slepping
Bag
11. Sarung
Tangan Tidur (berbahan wol / yg hangat)
12. Pakaian
ganti & pakaian tidur
13. Peralatan
makan
14. Peralatan
sholat
15. Peralatan
mck
16. Trash
bag
17. Pisau
lipat
18. Sendal
19. Cemilan yang banyaaaaaaak…
Suatu perencanaan memang tidak luput dari perubahan.
Seperti perjalanan menuju Semeru kali ini, awalnya kami (Saya, Ratih, dan Ceki) merencanakan untuk pergi dengan senior kami
(Kak Nahru) di Reksa Wana Bhakti a.s.a RWB. Berhubung beliau adalah senior
setidaknya kami para gadis yang sangat lugu-lugu dan tidak memiliki banyak pengalaman
dalam kegiatan mendaki gunung ini, merasa sedikit aman jika pergi bersamanya.
Tanpa disangka-sangka sesosok bagong dan teman-temannya menghubungi ceki dan
menceritakan rencananya untuk pergi ke Gunung Semeru. Well finally, kami
memberikan masukan kepada bagong dan rekan – rekan untuk pergi bersama tim
kami, setidaknya bagong memiliki kapasitas untuk menjadi porter yang handal,..
:p
Kami mengalokasikan waktu perjalanan nanti kira-kira 1
minggu (sudah termasuk perjalanan jakarta – malang). Kami berencana untuk
menggunakan jasa kereta api ekonomi menuju kota malang, selain lebih irit
kereta api ekonomi juga,… lebih irit,. Yaaa hanya itu alasan kami menggunakan
jasa kereta api, berhubung moto kami saat itu adalah “kesenangan itu tidak
harus mahal dan jika mahal berarti kami tidak senang” (peliiittttttttt-red).
Di tengah persiapan pendakian tersebut, ternyata
kami terbentur tanggal keberangkatan. Kak Nahru yang saat itu masih menjadi
pegawai baru di kantornya belum bisa mengambil cuti untuk jangka waktu yang lama,
akhirnya kak naru memutuskan untuk berangkat bersama tim lain dengan
menggunakan transportasi bis menuju malang yang (katanya) bisa lebih cepat
dibandingkan dengan kereta api, dan tentunya lebih nyaman.
Hari H pun tiba, kami berencana untuk berkumpul di
satu titik sebelum berangkat bersama – sama menuju stasiun jatinegara. Kami
sepakat untuk berkumpul di rumah Ratih, di jatiwaringin, pondok gede – bekasi
hari itu. Sambil menunggu kedatangan yang lainnya, kami melakukan pemerataan
beban perorang (perlu saya pertegas : rata bukan berarti adil, dan adil bukan
berarti rata). Akhirnya seluruh tim berkumpul, fiks lah yang tergabung dalam
tim itu adalah saya, ratih, ceki, bagong, pelo, dan emje. Setelah
seluruh peralatan dan perbekalan ter-packing rapih di dalam carrier dan daypack
(*maut), dengan semangat kemerdekaan 45, kami menuju stasiun jatinegara.

Sampai di stasiun jatinegara kita membeli karcis
kereta matramaja seharga Rp.51.000,-/org. Keberangkatan kereta ekonomi Jakarta
- malang itu, ada setiap 1 kali sehari, jika tidak ada “delay”, kereta tersbeut
berangkat pada pukul 14.00 dari st.jatinegara dan akan tiba di stasiun malang
pada pukul 07.41 di hari berikutnya. Sudah menjadi konsekuensi bagi pengguna
kereta api matramaja untuk siap "berdesakan", dan hal tersebut cukup
kami nikmati. Beruntung, kami bisa mendapatkan tempat duduk, walaupun
sebelumnya kami harus berdebat dengan orang-orang yang terlebih dulu sudah naik
dari stasiun senen dan mengakuisisikan bangku2 kami tersebut. Namun ketika
diminta oleh petugas karcis untuk memperlihatkan karcisnya, mereka justru lebih
memilih untuk berdiri dan mencari kursi kosong lainnya. (Aaah lumrah saja,
mereka bisa naik tanpa membeli karcis, ini kan Indonesia...)
Pagi harinya kami
dibangunkan dengan ramainya penjual nasi – ayam – nasi – ayam, cangcimen, sewu
adem, dll. Di awali dengan salah satu anggota tim kami yang mencoba membeli
satu bungkus pecel dan nasi ayam. Well, ternyata rasanya lumayan enak, ditambah
dengan kondisi kami yang lapar, rasanya meningkat menjadi enak sekali. Akhirnya,
kami semua memutuskan untuk membeli sarapan di kereta dan tidak menyentuh perbekalan
yang kami bawa.
Sesampainya di stasiun malang, kami mulai
bersosialisasi dengan penduduk sekitar, kami menanyakan akses tercepat,
termudah dan terhemat menuju gunung semeru, berhubung warga kota malang,
khususnya yang tinggal di wilayah sekitar stasiun sudah cukup berpengalaman
menangani para pendaki-pendaki semacam kami, mereka dengan sigap mengantarkan
kami ke supir angkot yang akan mengantarkan kami ke pasar tumpang, disana (konon
kabarnya) terdapat jeep yang dapat kami sewa untuk menuju ranu pane. Ongkos
angkot dari st. Malang ke pasar tumpang kurang lebih Rp. 8000/org.
Di pasar tumpang kami mendapatkan informasi bahwa
untuk para pendaki yang akan mengurus ijin pendakian, harus membawa surat
keterangan sehat dari dokter, dan,. kami belum mempersiapkan hal itu, namun
kekhawatiran kami tidak berlangsung lama, karena di pasar tumpang terdapat
puskesmas terdekat untuk mengurus surat keterangan sehat. Alhamdulillah seluruh
tim dinyatakan sehat dan dapat melaksanakan pendakian.

Segera setelah kami mengurus surat keterangan sehat,
kami menyewa jeep, untuk mengantar kami ke ranu pane, beruntung kami
mendapatkan teman satu rombongan untuk menyewa jeep, sehingga harga jeep bisa
lebih murah, jika dihitung perkepala, kami menyewa jeep seharga Rp. 34.000/org.
Kurang lebih setengah jam di awal perjalanan menuju ranu pane, kami berhenti
untuk mengurus perijinan di pos jagawana bromo tengger semeru. Disana kami
benar-benar menanyakan perihal status siaga gunung semeru yang belakangan ini
santer terdengar dan menjadi hot news di seluruh media dan surat kabar, cukup
menenangkan ketika bapak petugas yang melayani kami berkata bahwa gunung semeru
memang setiap harinya mengalami status siaga, mengingat gunung semeru adalah
gunung api aktif, dan masih rutin menyemburkan asap. Agar lebih meyakinkan diri
dan menghilangkan sedikit kecemasan saya, saya kembali menanyakan apakah masih
aman untuk mendaki saat itu, dan petugas tersebut mengatakan, pendakian masih
dinyatakan aman untuk dilakukan namun hanya di ijinkan sampai kalimati saja.
selebihnya jika para pendaki tetap melakukan pendakian menuju puncak, maka
resiko selama perjalanan tersebut tidak ditanggung oleh jagawana BTS. Well done
!
Adapun selama proses perijinan yang harus disiapkan
selain surat keterangan sehat dari dokter untuk masing-masing pendaki adalah :
fotokopy KTP. Sedangkan, untuk memperoleh surat ijin pendakian diperlukan biaya
administrasi sebesar : Rp. 10.000/10 orang, karcis masuk : Rp. 5.000/orang,
Penginapan Rp. 20.000/tenda, dan dokumentasi Rp. 5.000/kamera. Kantor Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru berada di Jl. Raden Intan no 6, Malang 65100.
Telp : 0341-491828.
Setelah memperoleh surat ijin
pendakian dari jagawana BTS, perjalanan kami lanjutkan menuju ranu pane. Perjalanan
menuju ranu pane menghabiskan waktu sekitar 3-4 jam dengan menggunakan jeep yang
cukup meningkatkan adrenalin. Saya, pelo, bagong dan emje memilih di belakang,
sedangkan ratih dan ceki mendapat tempat istimewa di depan bersama pak supir.
karena jalur yang cukup ekstrem kami memilih berdiri untuk menjaga
keseimbangan, selain itu dengan berdiri, kami dapat menikmati pemandangan yang
terhampar sepanjang perjalanan dengan baik.
Ranu pane, menyambut kami dengan
belaian dingin ke pipi saya (satu hal yang paling saya suka, ketika pipi saya
mulai disentuh dinginnya udara pegunungan :) ), disana terdapat beberapa rumah
warga, disana juga kami harus mengurus kembali perijinan dan menceklist
perlengkapan dan logistik yang kami bawa. Hal tersebut dilakukan untuk
memudahkan evakuasi jika,.. (*naudzubillahiminzalik,..) salah satu atau seluruh
tim pendaki hilang. berhubung kami sampai di ranu pane hampir maghrib, maka
kami memutuskan untuk bermalam di ranu pane. Para tim lainnya pun memutuskan
hal yang sama. Beberapa dari mereka memilih untuk menginap di warung-warung
sekitar. Kami memilih menempati salah satu bangunan rumah, yang kosong, entah
itu milik siapa, kami rasa itu sengaja di kosongkan untuk menampung para pendaki
yang ingin bermalam disana tanpa harus membangun tenda. Walaupun kami tidur di
dalam rumah (yang tidak berpintu) kami sama sekali tidak mendapatkan kehangatan
yang kami perkirakan, rasa dingin justru semakin menusuk ke tulang, terlebih
kami harus berbaring di keramik,. dan sleeping bag plus matras tetap tidak
membantu,.. >,<
Pagi itu, ranu pane masih diselimuti
kabut, saya, ceki dan ratih memberanikan diri pergi ke musholah terdekat untuk
solat subuh, perlu waktu lama mempersiapkan mental untuk menyentuh air di
musholah tersebut, berpikir berulang kali, membaca doa, dan dengan gegap
gempita seketika segera saya membasuh muka, tangan dan melakukan ritual wudhu
seperti biasa. karena saking dinginnya, air tersebut justru terasa panas,..
wow,. itu saya sebut "keterbalikan akumulatif maksimalis"

Setelah sarapan secukupnya, kami
membereskan barang-barang untuk memulai pendakian. Perjalanan kali itu benar -
benar kami nikmati, karena mahameru menyajikan pemandangan yang sangat luar
biasa,... beberapa kali kami bertemu para pendaki dari berbagai organisasi.
Track mahameru menuju ranu kumbolo cukup bersahabat, track yang landai, cuaca
yang cerah,.. aaaah what a wonderful journey !!,. kira-kira saat di pos satu kami sempat
berhenti untuk istirahat, pelo sempat menitipkan "pupuk alami" yang
diproduksi oleh pencernaannya siang itu, *semoga bermanfaat. Setelah melewati
beberapa perbukitan, kira-kira pukul 17.30 kami sampai di ranu kumbolo, sebuah
danau diatas ketinggian 2400 mdpl. Setelah mendirikan tenda yang menyempil diantara
tenda-tenda pendaki lainnya kami memasak dan makan malam di depan kedamaian
ranu kumbolo, malam itu langit cerah, hei,.. hampir bulan purnama ternyata, dan
jajaran bintang terhampar, aah sayang saya tidak memahami mengenai bintang dan
rasi-rasi nya, yang jelas,. malam itu.. Indah,..
Sebelum berangkat tidur, kami sempat melirik ke
belakang tenda, tanjakan cinta sudah siap menanti kami, besok kami akan
bercengkrama dengan track nya... *welcome
to mama..
Kata bagong, ada mitos
yang menyebutkan, jika kita mendaki tanjakan cinta tanpa berhenti dan tidak
menengok ke belakang sambil memikirkan orang yang kita cintai, maka orang
tersebut bisa menjadi jodoh kita di kemudian hari,.. entah benar atau tidak,
tetapi saya berhasil mendaki tanjakan tersebut tanpa berhenti dan tanpa menengok
ke belakang,.. (wow,.. we’ll see it).
Pada dasarnya jika dilihat dari bawah, track tanjakan cinta tidak terlalu
"horor", namun entah kenapa ketika kita berada dalam jalurnya, memang
rasanya track tersebut ,.. "ruar biasa". Sampai di puncak tanjakan
cinta kami berhenti sebentar untuk berisitirahat, melepas dahaga dan
mendokumentasikan raut lelah para anggota tim.
Kami kembali melanjutkan
perjalanan, sebelum keringat berhenti menetes, tidak berapa lama kami
menelusuri jalan setapak, kami memasuki wilayah oro-oro ombo, sebuah savana
luas yang sungguh melapangkan dada ketika melihatnya, sungguh besar ciptaan
Allah SWT, kemudian track selanjutnya adalah cemoro kandang yang artinya hutan
cemara dan kembali kata itu terucap dari mulut kami "indah"
kami sampai di kalimati
yang berada pada ketinggian 2700 mdpl, kurang lebih pada pukul 16.00,
persediaan air kami habis, berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari
pendaki lainnya, di wilayah kalimati terdapat mata air jika kita berjalan ke
arah barat kurang lebih 1 jam perjalanan pulang pergi. Saya dan bagong
memutuskan untuk mengambil air, sementara teman-teman yang lain mempersiapkan
tenda dan makan malam. Jalur menuju mata air tersebut berupa cekungan kering
yang berisikan bebatuan yang besar-besar, dan beberapa pohon yang tumbang,
mungkin inilah sebabnya mengapa dinamakan kalimati (kali yang mati). Saya dan
Bagong sampai di mata air tersebut, setelah berjalan kurang lebih 45 menit, air
yang keluar dari dinding tebing setinggi 1 meter itu cukup segar *sangat,
rasanya pun berbeda dengan air yang ada di ranu kumbolo, mungkin karena air
dikalimati belum tercemar sama sekali dan langsung dari mata air paling atas di
gunung tersebut (sok tau)... tapi yakinlah, di ranukumbolo sudah banyak
sampah,. hiks.. :'( .
kami kembali ke tenda
dengan membawa 3 botol air (@1,5 lt) dan 2 botol air (@800 ml) itulah persediaan
air kami sampai kami kembali lagi ke ranu kumbolo. Setelah makan malam, kurang
lebih pada pukul 19.00 wib kami mempersiapkan diri kami masing-masing untuk
segera tidur, kami sengaja untuk tidur lebih awal dan tidak lagi main kartu,
agar kami bisa bangun pada pukul 23.00 wib untuk segera melaksanakan summit
attack, seluruh persiapan summit attack sudah kami pakai saat tidur malam itu,
bahkan saya sudah memakai gaiters baru saya dan masker saat tidur, namun karena
saya merasa pernafasan saya sedikit terganggu didalam tenda yg sempit tersebut,
akhirnya masker tsb dengan berat hati terpaksa saya lepaskan. Perbekalan
yang diperlukan pun sudah kami packing pada satu daypack. Dan tidak lupa
seluruh tim men-set alrm pada HPnya masing-masing dengan volume dering tak
terhingga.
Sayang sekali sepertinya
salah satu anggota tim kami (Ratih) malam itu tidak dapat tidur senyenyak saya,
karena mungkin terlalu excited, seperti anak TK yang akan pergi studi tour
ke Dufan. Seluruh tim sangat excited untuk summit attack, termasuk
saya, hal tersebut membuat saya bangun mendahului ketepatan waktu alrm yang
saya set sebelumnya. saya bergegas keluar tenda dan membangunkan para pria2
tersebut, bagong cs. Salah satu hal terberat jika sedang "menginap"
di gunung adalah membuka sleeping bag, dan memaksa diri untuk keluar dari
kehangatan tenda tengah malam, dimana suhu dingin hampir berada pada puncak
tertingginya, brrrrr,.. namun untuk Mahameru tercinta - "aku pada
mu"
Setelah
seluruh tim siap, kami menuju jalur summit attack, karena mungkin malam hari
dan gelap, membuat track yang cukup terjal tidak terlihat dengan jelas,
sehingga mental tidak terlalu jatuh untuk mengawali pendakian. Kurang lebih
sekitar 3 jam perjalanan kami sampai di Arcopodo, ini merupakan vegetasi
terakhir sebelum puncak *well hal itu terdengar menyenangkan,.

Tak lama setelah
Arcopodo kami sampai di cemoro tunggal (dulunya disana ada satu pohon cemara
yang merupakan pohon cemara terakhir ditemui pada jalur, sebelum menuju puncak
mahameru yang seluruh jalurnya adalah pasir, bebatuan dan kerikil). Kendala
yang dihadapi berikutnya adalah track yang benar-benar berpasir sehingga cukup
mengganggu pernapasan jika tidak memakai masker, lebih baik berjalan paling
depan sehingga tidak ada debu yang berterbangan ke muka, karena jejak orang di
depan kita. Beberapa kerikil dan pasir juga memungkinkan untuk masuk dan
bersarang di dalam sepatu, yang dapat membuat lecet kaki para pendaki, karena
itu, sangat disarankan untuk memakai sepatu track diatas mata kaki dan memakai
gaiters warna merah (karena merah adalah warna favoirit saya). Tak
terasa kami sudah dapat melihat bayangan dari diri kami masing-masing. Matahari
sudah mulai menyapa kami, saya sempatkan untuk solat subuh di jalur, karena
menurut saya tidak akan terkejar untuk solat subuh di puncak.
Puncak
masih terlihat cukup jauh, sementara itu, salah satu anggota tim kami, ratih
meminta untuk kembali lagi ke tenda - ia menyatakan tidak dapat meneruskan
pendakian, oow.. akhirnya setelah bermusyawarah bagong dan pelo memutuskan
untuk menemani ratih, sementara saya, ceki dan emje memutuskan untuk meneruskan
perjalanan. Ketika anggota tim berkurang, rasanya semangat pun mulai memudar.
Sekuat tenaga saya kembali mengumpulkan sisa -sisa semangat. teringat kakak
laki-laki saya mengatakan bahwa "ga sembarang orang bisa mendaki mahameru,
hanya orang-orang terpilih yang bisa melakukannya". Hati saya mulai
menciut saat itu, benarkah saya tidak termasuk orang-orang yang terpilih
itu,...
Well, tampaknya ini
bukan happy ending stories, kurang lebih 100 m sebelum puncak dan
kami sudah dapat melihat orang yang berada di puncak, sementara waktu sudah
menunjukan pukul 10.00 wib, itu berarti jika ingin selamat segeralah
untuk kembali turun, dan jarak 100 m dapat ditempuh dalam waktu 1 jam
perjalanan di jalur berpasir tersebut. dengan berat hati akhirnya kami menyusul
Ratih, Bagong, dan Pelo kembali ke tenda. hiks,.. *guling-guling. Waktu yang
kami perlukan untuk turun lebih cepat setengah kali dibandingkan waktu mendaki.
Kami menyukai debu debu yang berterbangan tinggi karena jejak kami. Setengah berlari
dan sambil bermain dengan debu kami menikmati perjalanan kami menuju tenda di
kalimati.
Kami sampai di tenda,
dan taaarrrraaaaaa,.. makanan sudah siap sedia, yang dimasak oleh Ratih, Bagong
dan Pelo, sementara itu kami dapati mereka sedang tertidur pulas. setelah makan
kami pun merebahkan diri, hangatnya kalimati saat itu sungguh membuat tidur
kami bertambah nyenyak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . .
Walaupun
energi kami sudah terisi kembali, sebenarnya kami tetap enggan meninggalkan
kalimati, karena itu adalah base terdekat dari puncak mahameru, kami enggan
untuk beranjak dari keindahan dan keanggunannya. Namun apa mau dikata, waktu
tidak dapat bernegosiasi, hari semakin sore, kami terpaksa mempacking
barang-barang kami, dan bersiap untuk menuju ranu kumbolo kembali. Pada lirikan
terakhir, saya melihat dengan anggunnya Mahameru disinggasananya, kokoh, tegar
dan menjanjikan kami untuk singgah di puncaknya, suatu hari... #amin-suatu
hari.
Sesuai perkiraan kami
melewati pergantian senja menuju malam di oro-oro ombo, Padang luas tersebut
megah sekali malam itu, melapangkan hati kami, angin malam di padang itu
menghapus kesedihan kami, membisikan kenangan terindah, sungguh Indah.
Kami sengaja tidak terlalu bergegas sekalipun hari semakin gelap, semakin jauh
langkah kami meninggalkan puncak mahameru, kami justru merasa semakin berat.
kami ingin menikmati setiap jejak langkah kami. Cukup malam kami sampai di ranu
kumbolo, beberapa tenda sudah terpasang disana, tenda2 tersebut adalah pendaki
yang mungkin akan naik besok pagi atau mereka yang akan turun, sama seperti
kami. kami lalu bergabung bersama mereka, terhanyut dalam kedamaian ranu
kumbolo yang indah.
Pagi itu, dengan
butiran-butiran es yang menempel di atas tenda kami, dengan kabut yang masih
merapat di permukaan danau dan kemudian merambat menaiki bukit-bukit disekitar
danau, meninggalkan danau yang memantulkan bayangan perbukitan sekitarnya
dengan sempurna laksana cermin, dan segelas kopi panas yang dibuat oleh ceki,
pagi itu, sempurna!. Tepat hari itu adalah hari bersejarah dalam hidup Bagong,
sungguh beruntung, ia mengawali hari pertama di usia ke - 23 tahunnya bersama
tim yang sangat kompak, solid, setiakawan, dan rajin menabung, di Ranu Kumbolo,
maka kami sebagai tim yang sangat kompak, solid, setiakawan dan rajin menabung
dengan segenap kemampuan kami ingin menyenangkan hatinya dengan membuat suatu
momen spesial yang tidak akan terlupakan. "clup" kemudian kami kami
memasukan bagong ke dalam danau yang airnya dingin seperti air yang keluar dari
dalam kulkas yang dimasukan kedalam segelas es batu, sungguh setelah itu dari
hati kami yang paling dalam kami menyesal, karena kami mencemari air ranu
kumbolo oleh sebongkah bagong. *selamat ulang tahun Muh' Tole Fikri. :) wish
you all the best. !!!! *ketjhup

Dan, perlu diingat wahai
bagong : dalam catatan harian seorang soe hok gie, ia menuliskan,.. “seorang
filsuf yunani mengatakan bahwa nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua
dilahirkan tapi mati muda dan yang tersial adalah umur tua – rasanya memang
begitu, bahagialah mereka yang mati muda”,.. So... bagong pilih yang mana ???
hehe.